Silat Sabeni, Mampukah Bertahan Di Geliat Metropolitan Jakarta?

 Silat Sabeni, Mampukah Bertahan Di Geliat Metropolitan Jakarta?



Jakarta, Informatika News Line

Wilayah Tanah Abang hanya berjarak tak kurang 500 meter dari lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakarta, berbatasan langsung dengan Gedung Bank Indonesia (tinggal menyeberang jalan). Dan hanya beberapa ratus langkah menuju Istana Merdeka Jakarta. 

Gedung DPR RI Jakarta, kawasan perdagangan dan perkantoran Penting Sudirman Thamrin ada di wilayah Tanah Abang. Termasuk pasar fenomenal yang terkenal di Asia Afrika Pasar Tanah Abang. Pasar raksasa dengan omset Milyaran bahkan mungkin trilyunan per hari ini beberapa kali terbakar. Bahkan kasus kebakaran yang terakhir sempat menyeret nama raja judi off line Nasional, pengusaha raksasa dengan inisial W (Bukan Wijaya ya ?). Majalah Tempo yang mengangkat kasus pembakaran pasar ini sempat dihajar habis di pengadilan, karena laporannya. Meski kemudian W memenangkan pengadilan dan bersih namanya dari laporan terkait pembakaran pasar Tanah Abang.


Baca Juga : Mayjen (Pur). Dr. E. Marzuki Nalapraya : Silat Is About How To Become A Nobel Man



Skala besar dan raksasa dalam ekonomi Asia Afrika di Pasar Tanah Abang ini, diikuti oleh skala tertinggi dalam pengelolaan Eksekutif di Istana Merdeka, dan Legislatif di Gedung DPR/MPR Gatot Subroto.

Jadi kawasan Tanah Abang memamg merupakan kawasan yang memegang peran utama dalam kehidupan politik, ekonomi dan berbagai kegiatan kenegaraan di Republik.


Silat Sabeni Silat Betawi Tenabang Asli

Di antara dimensi berskala Nasional dan Regional yang disandang kawasan ini, ternyata ada juga aspek tradisional yang masih kental tertinggal di tengah kemajuan pesat Metropolis.

Silat Sabeni adalah salah satu unsur tradisional yang ternyata juga berasal dari wilayah Tenabang Tanah Abang ini.

Silat sendiri adalah seni tradisional bela diri asli Indonesia yang sejak tahun 2019 diakui dunia Internasional sebagai warisan budaya tak benda (wbtb).

Artinya Seni tradisional Silat Sabeni asal tenabang ini juga sudah memiliki nilai penghargaan internasional.

Sampai Dengan tahun 2025 ini ada 13 Warisan Budaya Tak benda Dunia yang diakui oleh UNESCO. WBTB ini meliputi Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Pendidikan dan Pelatihan Membatik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Noken (2012), Tiga Genre Tari Bali (2015), Kapal Pinisi (2017), Tradisi Pencak Silat (2019), Pantun (2020), Gamelan (2021), dan jamu (2023)

Silat merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki beragam aliran.

Ada ribuan bahkan belasan ribu aliran pencak silat di Indonesia. Laporan dari VOA (voice of America) menyebutkan ada 1300 aliran silat di Jawa Barat yang sudah mendekati punah dan mati, sementara itu ada 169 aliran di Padang Sumatra Barat yang musnah pada tahun 2025 ini. Di Betawi Jakarta sendiri ada 300 aliran silat yang sudah siap mati, jika tidak dilakukan langkah perlindungan khusus.

IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) adalah organisasi silat Nasional di Indonesia yang mencatat ada 840 lebih perguruan silat yang tergabung dalam IPSI.

Silat Sabeni adalah satu dari belasan bahkan mungkin puluhan ribu aliran silat yang ada di Indonesia.


Aliran Silat Sabeni Bin Canam

Salah satu keistimewaan Silat Sabeni Tenabang adalah asal aliran silat ini dari Tanah Abang, pusat seluruh kegiatan perdagangan, pemerintahan dan politik di Indonesia.

Sabeni bin Canam (1860-1945) adalah pendiri aliran silat Tenabang ini. 

Sebagai seni bela diri khas Betawi, Silat Sabeni tidak hanya memiliki teknik bertarung yang unik, tetapi juga mengandung nilai-nilai kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi lawan.

Silat Sabeni Tenabang pertama kali diperkenalkan oleh Pendekar Sabeni. Tokoh Pendekar ini dikenal sebagai pelindung rakyat kecil di Tanah Abang pada masa kolonial. 

Silat Sabeni lebih fokus pada serangan cepat, permainan jarak dekat, dan teknik bantingan kaki yang mematikan.

Pada awalnya, silat Sabeni hanya diajarkan dalam lingkup keluarga terbatas.

Akan tetapi karena adanya dorongan untuk melestarikan budaya Betawi, silat Sabeni mulai diperkenalkan kepada masyarakat.

Teknik dan aliran silat Sabeni diwariskan secara turun-temurun kepada keluarga besar Sabeni.



M. Ali Sabeni, putra Pendekar Sabeni adalah mantan TNI Angkatan Darat, melanjutkan aliran Silat. 

M Ali mengembangkan Silat Sabeni sembari mengembangkan juga  seni musik tradisional Sambrah Betawi. Akan tetapi meski sambil mengembangkan seni Musik Sambrah, aliran Silat Sabeni berbeda dengan gaya silat ngibing yang mengembangkan Silat dengan seni tari. Seni Silat Beladiri Sabeni konsisten dengan seni beladiri mematikan dan bukan seni tari yang hanya untuk kepentingan hiburan semata.

Silat Sabeni saat ini juga dikembangkan oleh generasi ketiga Pendekar Sabeni. 

Zul Bachtiar Sabeni, adalah generasi ketiga Pendekar Sabeni yang terus berusaha mempertahankan kemurnian teknik dan filosofi dari aliran ini.


Teknik Silat Sabeni

Silat Sabeni memiliki keunggulan pada serangan dengan menggunakan kecepatan gerakan tangan yang luar biasa, pertarungan jarak dekat, serta teknik serangan mematikan bantingan tubuh lawan. 

Silat Sabeni fokus pada  serangan agresif ke lawan tanpa terlalu banyak teknik kembangan yang biasanya berfungsi untuk memecah konsentrasi lawan. 

Dalam pertarungan, Pendekar Sabeni dikenal sabar dan menunggu celah kelemahan lawan sebelum melancarkan serangan mematikan dengan cepat. 

Kecepatan adalah kunci utama dalam Silat Sabeni, karena tanpa kecepatan, teknik serangan dan bantingan tidak akan bisa dilakukan secara efektif.





Baca Juga : 

Seni Bela Diri : Titik Lemah Tubuh Manusia 



Silat Sabeni juga berkembang melalui berbagai jalur dengan masing-masing mengembangkan keunikan teknik dan tradisi khas yang dikembangkan.

Jalur Silat Sabeni Mustofa (Cang Mus) mewajibkan calon muridnya membawa sepasang golok, kain kafan dan bunga setaman untuk menutup mayat. Sebagai lambang berbahayanya seni Silat Sebeni ini. Mereka yang belajar siap bahkan untuk berhadapan dengan kematian. Untuk mengurangi kesan mengerikan ini, saat ini jalur Silat Sabeni Mustofa mengganti kain kafan dengan Al-Qur'an), sebagai syarat awal belajar siswa

Jalur Silat Sabeni Abah Ali (M. Ali Sabeni), mewajibkan setiap murid yang telah menyelesaikan tahap pembelajaran wajib mengadakan syukuran dengan nasi uduk atau nasi kuning, serta membaca shalawat bersama-sama.

Pada masa Penjajahan Jepang, Pendekar Sabeni yang sudah sepuh sempat dijadikan sandera oleh tentara Jepang. 

Pasalnya anak Pendekar itu pada tahun 1943, membuat ulah dengan pihak Kepolisian Jepang. Gagal menangkap Syafi'i putra sang Pendekar, Jepang malah menahannya sebagai sandera.

Pendekar Sabeni dibawa ke Lokasari, Jakarta Barat, dan dipaksa bertarung melawan beberapa pendekar Jepang yang didatangkan khusus.

Dalam pertarungan itu,  jika Pendekar Sabeni yang telah sepuh menang, maka ia dan anaknya akan dibebaskan. Tetapi jika kalah, mereka berdua akan ditangkap selamanya.

Dalam usia sepuh 83 tahun, Pendekar Sabeni ternyata berhasil mengalahkan semua begundal tukang pukul Jepang.

Kehebatan teknik bela diri Sang Pendekat, membuat Jepang kagum. Dan akhirnya malah menawari Sabeni untuk menjadi pelatih pasukan khusus Jepang.

Murid utama Pendekar Sabeni yang bernama Salim, kemudian ditugaskan oleh Pendekar Sabeni dikirim ke Nagara Jepang untuk melatih tentara khusus di sana.

Pendekar Sabeni kemudian juga diangkat  oleh Jepang menjadi kepala kampung Tanah Abang. Pendekar Sabeni wafat pada 15 Agustus 1945. 

Silat Sabeni juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan penting. 

 “Musuh jangan dicari. Kalaupun datang, pantang lari. Hadapi apapun yang terjadi.” – Pendekar Sabeni (1860-1945)

"Bawalah ilmu padi. Semakin berisi, semakin tunduk ke bumi.” – M. Ali Sabeni (1933-2011)

Silat Sabeni mengajarkan sifat rendah hati, tidak sombong, dan hanya menggunakan ilmu bela diri hanya untuk kebaikan (Vijay)









Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama